Minggu, 28 Juni 2015

BIMBINGAN DAN LAYANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki
keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut adanya penyesuaian dalam pemberian layanan pendidikan yang dibutuhkan. Keragaman yang terjadi, memang terkadang menyulitkan guru dalam upaya pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namaun apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan layanan yang baik. Maka akan dapat dilakukan secara optimal.
Pada makalah ini, akan dibahas beberapa prinsip layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, pendekatan-pendekatan pembelajaran yang sesuai untuk anak berkebutuhan khusus. Fasilitas pembelajaran juga akan menjadi salah satu bahan kajian pada makalah ini untuk mendukung layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus?
2.      Apa saja prinsip-prinsip layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus?
3.      Bagaimana cara melakukan pendekatan layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus?
4.      Apa saja yang termasuk kedalam fasilitas pendidikan anak berkebutuhan khusus?

C.  Tujuan
1.      Mendeskripsikan pengertian layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus.
2.      Mengetahui prinsip-prinsip layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus.
3.      Megetahui strategi melakukan pendekatan layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus.
4.      Mengetahui fasilitas pendidikan anak berkebutuhan khusus.
BAB II
PEMBAHASAN

LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Subunit 1
Prinsip-Prinsip Layanan Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Ada beberapa prinsip dasar dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada umumnya yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Prinsip dasar tersebut menurut Musjafak Assjari (1995) adalah sebagai berikut :
a.       Keseluruhan anak (all the children)
Layanan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus didasarkan pada pemberian kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus dari berbagai derajat, ragam, dan bentuk kecacatan yang ada. Dengan layanan pendidikan diharapkan anak dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin, sehingga ia dapat mencapai hidup bahagia sesuai dengan kecacatanya.
b.      Kenyataan (reality)
Pengungkapan tentang kemampuan fisik dan psikologis pada masing-masing anak berkebutuhan khusus mutlak untuk dilakukan. Hal ini penting, sebab melalui tahapan tersebut pelaksanaaan pendidikan maupun pelaksanaan rehabilitasi dapat memberikan layanan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing anak berkebutuhan khusus.
c.       Program yang dinamis (a dynamic program)
Pendidikan pada dasarnya bersifat dinamis. Pendidikan dikatakan dinamis karena yang menjadi subjek pendidikan adalah manusia yang sedang tumbuh dan berkembang, yang di dalamnya terdapat proses yang bergradasi, berkesinambungan untuk mencapai sasaran pendidikan. Dinamika dalam proses pendidikan terjadi karena subjek didiknya selalu berkembang, sehingga penyesuaian layanan harus memperhatikan akan perkembangan yang terjadi pada subjek didik.
d.      Kesempatan yang sama (equality of opportunity)
Pada dasarnya anak berkebutuhan khusus diberikan kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensinya tanpa memprioritaskan jenis-jenis kecacatan yang dialaminya. Titik pengembangan pada anak berkebutuhan khusus adalah optimalisasi potensi yang dimiliki masing-masing anak melalui jenjang pendidikan yang ditempuhnya. Kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan menuntut penyelenggara pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus untuk menyediakan dan mengusahakan sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak dan variasi kecacatannya.
e.       Kerjasama (cooperative)
Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tidak akan berhasil mengembangkan potensi mereka manakala tidak melibatkan pihak-pihak yag terkait. Beberapa pihak yang terkait yang paling utama adalah orang tua. Orang tua anak berkebutuhan khusus perlu dilibatkan dalam merancang dan menyelenggarakan program pendidikan. Selain orang tua, pihak lain yang terkait adalah dokter, psikologi, psikhiater, pekerja sosial, ahli okupasi, ahli fisiotrapi, dan tokoh masyakat yang umumnya mempunyai perhatian dalam dunia pendidikan anak.

Selain lima prinsip tersebut, ada prinsip lain yang juga perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Prinsip-prinsip tersebut adalah:

a.    Prinsip kasih sayang
Sebagai manusia anak berkebutuhan khusus membutuhkan kasih sayang dan bukan belas kasihan. Kasih sayang yang dimaksudkan merupakan wujud penghargaan bahwa sebagai manusia mereka memiliki kebutuhan untuk diterima dalam kelompok dan diakui bahwa mereka adalah sama seperti anak-anak yang lainnya.
b.    Prinsip keperagaan
Keadaan anak berkebutuhan khusus ada yang memiliki kecerdasan dibawah rata-rata yang meyebabkan anak mengalami kesulitan dalam menangkap informasi, ia memiliki keterbatasan daya tangkap pada hal-hal konkret, ia kesulitan dalam menangkap hal-hal yang abstrak. Untuk itu, guru dalam pembelajaran anak hendaknya menggunakan  alat peraga yang memadai agar siswa terbantu dalam menangkap pesan.
c.    Keterpaduan dan keserasian antar ranah
Dalam proses pembelajaran, ranah kognisi sering memperoleh sentuhan yang lebih banyak, sementara ranah afeksi dan psikomotor kadang terlupakan. Akibat yang terjadi dalam proses pembelajaran yang seperti ini terjadi kepincangan dan ketidaktahuan dalam memperoleh makna dari apa yang dipelajari.
Pendidikan berfungsi untuk membentuk dan mengembangkan keutuhan dan kepribadaian. Salah satu bentuk keutuhan kepribadian adalah terwujudnya budi pekerti luhur. Penanaman budi pekerti luhur pada peserta didik mustahil terwujud bila hanya dengan penanaman aspek kognitif saja. Untuk itu aspek afeksi dan psikomotor perlu memperoleh porsi yang memadai. Keterpaduan dan keserasian antar ranah yang dikembangkan dan dirancang secara komperhensif oleh guru dalam dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran mendorong terbentukya kepribadian yang utuh pada diri anak.
d.    Pengembangan minat dan bakat
Tugas guru dan orang tua adalah mengembangkan minat dan bakat yang terdapat pada diri anak masing-masing.hal ini dilakukan karena, minat dan bakat seseorang memberikan sumbangan dan pencapaian keberhasilan. Oleh karena itu, proses pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus hendaknya didasarkan pada minat dan bakat yang mereka miliki.
e.    Kemampuan anak
            Heteroginitas mewarnai kelas-kelas pendidikan pada anak berkebutuhan khusus, akibatnya masing-masing subjek didik perlu memperoleh latihan dan layanan yang sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, sebelum dan selama proses pendidikan orang tua perlu disertakan dalam proses pendidikan anaknya, sehingga kemampuan dan perkembangan dapat diikutinya. Selain itu, guru harus mampu menterjemahkan tuntutan kurikulum terhadap heteroginitas kemampuan masing-masing subjek didik.
f.     Model
                                    Guru merupakan model bagi subjek didiknya. Perilaku guru akan ditiru oleh anak didiknya. Oleh karena itu, guru perlu merancang secermat mungkin pembelajaran agar model yang ditampilkannya dapat ditiru oleh anak. Kepercayaan anak terhadap orang-orang yang ada di sekolah perlu dimanfaatkan dalam proses pendidikan. Pemanfaatan tersebut berupa pemberian contoh secara sadar atau tidak sadar membentuk perilaku peserta didik.
g.    Pembiasaan
                                    Penanaman pembiasaan pada anak normal lebih mudah bila dibarengi dengan informasi pendukungnya. Hal ini tidak mudah bagi anak berkebutuhan khusus. Pembiasaan pada anak berkebutuhan khusus membutuhkan penjelasan yang lebih konkret dan berulang-ulang. Hal ini dikarenakan keterbatasan alat indera yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus dan proses berpikirnya yang terkadang lambat.
h.    Latihan
Latihan merupakan cara yang sering ditempuh dalam pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Latihan sering diberikan bersamman dengan pembentukan kebiasaan. Porsi latihan yang diberikan pada anak berkebutuhan khusus diberikan sesuai porsinya.
i.      Pengulangan
            Karakteristik anak berkebutuhan khusus adalah mudah lupa. Oleh karena itu, pengulangan dalam pemberian informasi perlu memperoleh perhatian tersendiri.
j.       Penguatan
Penguatan atau reinforcement merupakan tuntutan untuk membentuk perilaku pada anak. Pemberian penguatan yang tepat pada anak berupa pujian, atau penghargaan yang lain  terhadap munculnya perilaku yang dikehendaki pada anak akan mmbantu terbentuknya perilaku. Pujian pada anak akan mamiliki arti tersendiri dalam pencapaian usaha keberhasilan.

Selain prinsip umum tersebut, ada beberapa prinsip khusus yang perlu diperhatikan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Prinsip umum tersebut sangat erat kaitannya dengan kecacatan yang dialami oleh anak. Prinsip khusus yang berkaitan dengan layanan pendidikan anak tunanetra menurut Annastasian Widjajanti dan Imanuel Hitipeuw (1995) adalah:
Ø Prinsip totalitas
Prinsip totalitas berarti keseluruhan atau keseutuhan. Dalam prinsip ini guru dalam mengajar suatu konsep harus secara keseluruhan atau utuh.
Ø Prinsip keperagaan
Prinsip keperagaan sangat dibutuhkan untuk menjelaskan konsep baru pada anak tunanetra. Prinsip peragaan sangat erat dengan tipe belajar anak. Ada anak yang mudah menerima konsep melalui peragaan, ada yang mudah menerima konsep melalui pendengaran. 
Ø Prinsip berkesinambungan
Prinsip berkesinambungan sangat diperlukan oleh anak tunanetra  dalam mempelajari konsep. Oleh karena itu, guru disarankan untuk selalu menghubungkan materi pelajaran yang telah dipelajari dengan materi pelajaran yang akan dipelajari.
Ø Prinsip aktivitas
Prinsip aktivitas penting artinya dalam kegiatan belajar anak. Murid dapat memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan oleh guru. Reaksi ini dilaksanakan dalam bentuk mengamati sendiri dengan bekerja sendiri. Tugas guru membantu anak dalam kegiatan belajar mengajar. Anak tunanetra diharapkan aktif tidak hanya aktif sebagai pendengar. Tanpa aktivitas, konsep yang diterima anak hanya sedikit dan mereka hanya merasa jenuh. Situasi tersebut haya membuat mengantuk. Sebaliknya, jika anak tunanetra aktif dalam kegiatan pembelajaran, maka pengalaman belajara mereka banyak, mereka memperoleh kepuasan dalam belajar, sehingga akan mendorong rasa ingin tahu yang tinggi.
Ø Prinsip individual
                        Prinsip individual dalam pembelajaran berarti pengajaran dilaksanakan dengan memperhatikan perbedaan individu anak, potensi anak, bakat dan kemampuan masing-masing anak.


Subunit 2
Pendekatan Layanan Pendidikan

a)   Pendekatan
                        Secara umum, dikenal adanya dua pendekatan yang sering dilakukan dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu (1) pendekatan kelompok atau klasikal, dan (2) pendekatan individual. Pendekatan kelompok memiliki kelebihan dalam hal pelaksanaan dari segi waktu, tenaga dan biaya. Dari segi waktu, tentunya tidak harus menyediakan waktu khusus bagi setiap individu siswa, demikian pula untuk tenaga dan biaya. Sedangkan kelemahannya berkenaan dengan efektivitas pembelajaran, yang sudah tentu kurang aktif untuk anak-anak berkebutuhan khusus dalam pencapaian tujuan kompetensinya. Sedangkan, pendekatan individual pencapaian kompetensi yang diharapkan tentu akan lebih baik dan lebih efektif, sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing anak. Selain itu, guru juga mudah untuk memantau perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai.
            Selain pendekatan individu dan pendekatan kelompok, bagi anak kebutuhan ada pendekatan lain yang berorientasi ke pencapaian hasil belajar anak, yaitu (1) pendekatan remedial dan (2) pendekatan akseleratif. Pendekatan remedial bertujuan untuk membantu anak berkebutuhan khusus dalam upaya mencapai kompetensi yang ditentukan dengan lebih menekankan pada hambatan atau kekurangan yang ada pada anak berkebutuhan khusus. Pendekatan remedial berdasarkan pada bagian sub-sub kompetensi yang belum dicapai oleh anak. Melalui pendekatan remedial anak dilatih dan didorong secara individual untuk menutup kekurangan yang ada pada dirinya dengan kemampuan yang ia miliki.
            Pada pendekatan akseleratif bertujuan untuk mendorong anak berkebutuhan khusus, utamanya anak berbakat untuk lebih lanjut menguasai kompetensi yang ditetapkan berdasar assesmen kemampuan anak. Pendekatan akseleratif juga lebih bersifat individual.
b)   Anak Berkelainan Fisik
                             Anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan fisik, yang dalam hal ini meliputi, anak tunanetra, anak tunarungu, dan anak tunadaksa yang membutuhkan layanan pendidikan dengan pendekatan dan strategi khusus, yag secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut:

1)   Anak Tunanetra
                        Strategi khusus dan isi layanan pendidikan bagi anak tunanetra menurut Hardman, M.L. dkk (1990), paling tidak meliputi tiga hal yaitu (a) mobility training and daily living skill, yaitu latihan untuk berjalan dan orientasi tempat dan ruang dengan berbagai sarana yang diperlukan serta latihan keterampilan kehidupan keseharian yang berkaitan dengan pemahaman uang, belanja, memasak, kebersihan diri dan membersihkan ruangan. (b) tradisional curriculum content area, yaitu orientasi dan mobilitas, keterampilan berbahasa termasuk ekspresinya, keterampilan berhitung, dan (c) communication media, yaitu penguasaan braille dalam komunikasi.
                        Annastasia Widjajanti dan Imanuel Hitipieuw, (1995) menyatakan bahwa layanan khusus bagi anak tunanetra meliputi:
a.    Penguasaan braille
                            Pengguasaan braille yang dimaksud adalah kemampuan untuk menulis  dan membaca braille.
b.    Latihan orientasi dan mobilitas
          Latihan orientasi dan mobilitas adalah jalan latihan dengan pendamping awas, latihan jalan mandiri, latihan jalan dengan menggunakan alat bantu jalan (tongkat dan sign guide).
c.    Penggunaan alat bantu dalam pembelajaran berhitung dan matematika
meliputi cubaritma, papan taylor frame, abacus (sempoa) dalam operasi penambahan, pengurangan, perkalian, dan beberapa konsep matematika braille.
d.    Pembelajaran jasmani bagi anak tunanetra
                          Pembelajaran pendidikan jasmani bagi anak tunanetra menggunakan pendidikan jasmani adaftif. Adaptasi yang dilakukan  berkaitan dengan jenis kecacatan anak, kemampuan fisik anak, dan memodifikasi sarana dan prasarana olah raga meliputi ukuran lapangan/lintasan, alat yang digunakan dalam olah raga dan aturan yang dipakai.
e.    Pembelajaran IPA
    Dalam pembelajaran IPA sedapat mungkin menggunakan model yang dapat diamati dan diraba oleh anak.
2)   Anak Tunarungu
                             Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tunarungu adalah terletak pada pengembangan persepsi bunyi dan komunikasi. Hallan dan Kauffman, (1998) menyatakan bahwa ada tiga pendekatan umum dalam mengajarkan komunikasi anak tunarungu , yaitu:
·      Auditory training
·      Speechearding
·      Sing language and fingerspelling
                        Ada beberapa cara mengembangan kemampuan komunikasi anak tunarungu, yaitu:
a.    Metode oral, yaitu cara melatih anak tunarungu dapat berkomunikasi secara lisan (verbal) dengan lingkungan orang mendengar. Dalam hal ini perlu partisipasi lingkungan anak tuna rungu untuk berbahasa secara verbal. Dalam hal ini, Van Uden, menyarankan diterapkannya prinsip yang menekankan perlunya pengontrolan diri.
b.    Membaca ujaran, dalam dunia pendidikan membaca ujaran sering disebut juga dengan membaca bibir (lip reading). Membaca ujaran yaitu suatu kegiatan yang mencakup kegiatan yang mencakup pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir lawan bicara sewaktu dalam proses bicara.
c.    Metode manual
        Metode manual yaitu cara mengajar atau melatih anak tunarugu berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari. Bahasa manual atau bahasa isyarat mempunyai unsur gesti atau gerakan tangan yang ditangkap melalui penglihatan atau suatu bahasa yang menggunakan modalitas gesti-visual. Bahasa isyarat mempunyai beberapa kompenen, yaitu (1)  ungkapan badaniah, (2) bahasa isyarat lokal, dan (3) bahasa isyarat formal.
        Ungkapan badaniah meliputi keseluruhan aspek ekspresi badan seperti sikap badan tentang ekspresi muka (mimik), pantomimik, dan gesti yang dilakukan orang secara wajar dan alamiah. Ungkapan badaniah tidak dapat digolongkan sebagai suatu bahasa dalam arti sesungguhnya, walaupun lambang dan isyaratnya berfungsi sebagai media komunikasi. Isyarat lokal yaitu suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat konvensional berfungsi sebagai pengganti kata. Bahasa isyarat formal adalah bahasa nasional dalam isyarat yang biasanya menggunakan kosa kata isyarat dan dengan struktur bahasa yang sama.
d.        Ejaan jari
                        Ejaan jari adalah penunjang bahasa isyarat dengan menggunakan ejaan jari. Ejaan jari secara garis besar dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu (1) ejaan jari dengan satu tangan (onehanded), (2) ejaan jari dengan kedua tangan (twohanded), dan (3) ejaan jari campuran dengan menggunakan satu tangan atau dua tangan.
e.         Komunikasi total
Komunikasi total merupakan upaya perbaikan dalam komunikasi bagi anak tunarungu. Istilah komunikasi total pertama kali dicetuskan oleh Holcomb (1968) dan dikembangkan lebih lanjut oleh Denton (1970) dalam Permanarian Somad dan Tatti Hernawati (1996). Komunikasi total merupakan cara berkomunikasi dengan menggunakan salah satu modus atau semua cara komunikasi yaitu, penggunaan sistem isyarat, ejaan jari, bicara, baca ujaran, amplifikasi, gesti-pantomimik, menggambar dan menulis serta pemanfaatan sistem pendengaran sesuai kebutuhan dan kemampuan seseorang.

3)     Anak Tunadaksa
                        Layanan spesifik bagi anak tunadaksa adalah pada bina gerak. Untuk memberikan layanan bina gerak yang tepat diperlukan dukungan terapi khususnya fisiotrapi untuk memulihkan kondisi otot dan tulang anak agar tidak semakin menurun kemampuannya. Selain itu dukungan untuk bina gerak diperlukan terapi okupasi dan bermain. Menurut Frieda Mangunsong, dkk (1998) layanan pendidikan bagi anak tunadaksa perlu memperhatikan tiga hal, yaitu:
a.    Pendekatan multidisipliner dalam program rehabilitasi anak tunadaksa
                                    Pendekatan multidisipliner merupakan layanan pendidikan yang melibatkan berbagai ahli yang terkait secara terpadu dalam rangka mengoptimalkan kemampuan yang dimilikioleh anak.
b.    Program pendidikan sekolah
                    Program pendidikan sekolah bagi mereka yang tidak mengalami kelainan mental relatif sama dengan anak normal, hanya bina gerak masih terus dikembangkan melalui fisioterapi dan terpai okupasi, utamanya bagai perbaikan motoriknya.
c.    Layanan bimbingan dan konseling
                                    Layanan  bimbingan dan konseling diarahkan untuk mengembangkan “self-respect”(menghargai diri sendiri). Sunaraya Kartadinata, (1998/1999) menghargai diri sendiri dengan cara menerima diri sesuai dengan apa adanya, sehingga anak merasa bahwa dirinya adalah sebagai seorang pribadi yang berharga.




Anak Berkelainan Mental Emosional
           
            Layanan pendidikan bagi anak kebutuhan khusus yang mengalami kelainan mental-emosional meliputi anak tunagrahita dan tunalaras.
1). Anak Tunagrahita
            Pendekatan layanan bagi anak tunagrahita lebih diarahkan pada pendekatan individual dan pendekatan remediatif. Pendekatan indiviual didasarkan pada asesment kemampuan anak untuk mengembangkan sisa potensi yang ada pada dirinya. Tujuan utama layanan khusus bagi anak tunagrahita adalah penguasaan kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mengelola diri sendiri. Untuk mencapai itu perlu pembelajaran mengurus diri sendiri dan pengembangan keterampilan vocational terbatas sesuai kemampuannya.
            Layanan pendidikan khusus bagi anak tunagrahita meliputi latihan senso motorik, terapi bermain dan okupasi, dan latihan mengurus diri sendiri. Pendekatan pembelajaran dilakukan secara individual dan remediatif. Perkembangan kemampuan anak berdasarkan tingkat kemampuan kognitifnya. Anak-anak ber IQ 55 – 70 berbeda dengan yang ber IQ 35 – 55.

2). Anak Tunalaras
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak tunalaras untuk pembelajaran akedemik relatif sama dengan anak normal. Khusus untuk kelainan prilakunya, pendekatan pendidikan bagi anak tualaras adalah dengan menggunakan bimbingan dan konseling serta terapi. Pendekatan terapi yang sering digunakan untuk layanan pendidikan anak tunalaras menurut Hardman, M.L. dkk (1990) adalah:
a.       Insight-oriented thterapies
b.      Play therapy
c.       Group therapy
d.      Behavior therapy
e.       Marital and family therapy
f.       Drug therapy



.
Anak Berbakat dan Anak Berkesulitan Belajar Spesifik

       Pendekatan layanan khusus bagi anak berbakat dan berkessulitan belajar spesifik lebih bersifat individual. Pendekatan individual ini lebih memperhatikan potensi yang dimiliki anak.
1.      Anak Berbakat
             Layanan pendidikan bagi anak berbakat di sekolah dasar dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap penjaringan (screening) dan tahap seleksi (identifikasi).  (Sunarya Kartadinata, dkk,1998/1999). Dalam tahap penjaringan dilakukan oleh guru dengan menganalisis belajar anak dan menganalisis hasil observasi komitmen anak akan  tugas dan kreativitasnya. Mereka yang memiliki kretivitas tinggi, komitmen akan tugas yang tinggi, dan prestasi belajar di atas rata-rata dipromosikan sebagai anak berbakat. Langkah selanjutya adalah berkerjasama dengan psikolog dan konselor untuk menentukan IQ dan bakat anak.
             Setelah teridentifikasi keberbakatan anak, langkah selanjutnya adalah menentukan layanan pendidikan bagi anak mereka. Ada berbagai macam layanan pendidikan bagi anak berbakat, yaitu:
a.       Layanan akselerasi, yaitu layanan tambahan untuk mempercepat penguasaan kompetensi dalam merealisasi bakat anak.
b.      Layanan kelas khusus, yaitu anak yang berbakat unggul dikelompokkan dalam satu kelas dan diberikan layanan tersendiri sesuai dengan bakat  mereka.
c.       Layanan kelas unggulan, sama dengan kelas khusus hanya berbeda dalam model pengayaannya.
d.      Layanan bimbingan sosial dan kepribadian.
2.      Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
             Pendekatan layanan pendidikan bagi anak berkesulitan belajar spesifik menurut Jerome Rosner, 1993 dalam Sunarya Kartadinata, dkk (1998/1999) ada tiga macam, yaitu:
a.       Layanan remediasi
      Layanan remediasi terfokus pada upaya menyembuhkan. Mengurangi, dan bahkan mungkin mengatasi kesulitan yang dialami anak. Dalam layanan ini anak dibantu dalam keterampilan perseptual dan kecakapan dasar berbahasa, sehingga ia mampu memperoleh kemajuan belajar yang normal. Dalam layanan remediasi ini sering digunakan beberapa teknik dalam memodifikasi prilaku, diantaranya dengan memberikan penguatan, tabungan kepingan, atau teknik lain yang sesuai dengan kebutuhan anak.
b.      Layanan kompensasi
      Layanan kompensasi diberikan dengan cara menciptakan lingkungan belajar khusus diluar lingkungan belajar yang normal, seningga memungkinkan anak memeperoleh kemajuan dalam pembentukan perseptual dan bahasa. Dalam melaksanakan layanan kompensasi, Sunarya Kartadinata, dkk, (1998/1999) memberikan patokan atau rambu-rambu sebagai berikut:
1.      Pahami dan pastikan bahwa anak memiliki pengetahuan faktual yang diperlukan dalam mempelajarai bahan ajar
2.      Batasi jumlah informasi baru pada hal-hal yang tercantum dalam bahan ajar, sampaikan sedikit demi sedikit, atau mungkin gunakan jembatan keledai
3.      Sajikan informasi dengan jelas tentang apa yang harus diperlajari anak
4.      Nayatakan secara eksplisit bahwa informasi yang diajarkan berkaitan dengan infomasi yang telah dimiliki anak dan sedapat mungkin menggunakan contoh (konkret)
5.      Jika anak sudah mampu mengausai unit-unit kecil perkenalkan dia ke unit-unit yang lebih besar
6.      Siapkan pengalaman ulang untuk memperkuat informasi baru dalam ingatan anak
7.      Lakukan driil, latihan efektif dengan melibatkan seluruh indra untuk membuat persepsi yang sempurna, yaitu dengan jalan mendengar, membaca, menulis, dan berbuat.
c.       Layanan prevensi
      Layanan prevensi adalah layanan yang diberikan sebelum anak mengalami ketunacakapan belajar di sekolah. Layanan ini diawali dengan mengidentifikasi terhadap aspek-aspek yang dimungkinkan menimbulkan atau menyebabkan ketunacakapan belajar. Langkah yang dilakukan dalam layananan ini diawali dengan memberikan tes kemampuan dasar anak dalam membaca, menulis, berhitung, dan melakukan koordinasi gerak. Langkah selanjutnya dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan terhadap aspek-aspek pribadi anak, diantaranya pemerikasaan kesehatan, perkembangan, penglihatan adan pendengaran, keterampilan dan perseptual. 
Subunit 3
Fasilitas Pendidikan

a.      Kebutuhan Fasilitas
            Layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus akan berjalan lancar mana kala didukung oleh ketersediaan fasilitas yang memadai. Fasilitas tersebut berkaitan dengan karakteristik masing-masing jenis anak berkebutuhan khusus. Kesesuian fasilitas dengan karakteristik anak berkebutuhan khusus akan mendorong iklim belajar yang kondusif, sehingga anak akan belajar secara maksimal.                                                             
            Fasilitas pendidikan anak berkebutuhan khusus berkaitan langsung dengan jenis ketunaannya. Misalnya anak tunadaksa, mereka membutuhkan gedung yang tidak banyak tangga, lebih diutamakan yang berlantai satu. Bila lebih dari satu lantai harus tersedia lift atau tangga miring yang dapat dilalui kursi roda. Tersia ruang terapi yang sangat mendukung kegiatan bina diri dan aksesibilitas bagi mereka. Kamar mandi dan WC yang dapat digunakan  bagi mereka (kursi roda dapat masuk) dan sebagainya. Walaupun beberapa fasilitas lain sama dengan anak normal. Misalnya buku pelajaran, koleksi perpustakaan dan sebagainya.                    
                                                           
b.      Macam-Macam Fasilitas Anak Berkebutuhan Khusus 
            Fasilitas pendidikan merupakan sarana penunjang dan pelengkap dalam mencapai tujuan pendidikan. Bahkan fasilitas pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan menentukan dalam mencapai efektifitas belajar. Dengan penunjang fasilitas belajar yang memadai diharapkan anak berkebutuhan khusus akan lebih mudah memahami mata pelajaran yang diberikan oleh guru.
1.Fasilitas Pendidikan Anak Tunanetra
            Fasilitas penunjang pendidikan untuk anak tunanetra secara umum sama dengan anak normal, hanya memerlukan penyesuain untuk informasi yang memungkinkan tidak dapat dilihat, harus disampaikan dengan media perabaan atau pendengaran. Fasilitas fisik yang berkaitan dengan gedung, seyogyanya sedikit mungkin parit danvariasi tingggi rendah lantainya, dinding dihindari yang mempunyai sudut lancip dan keras. Perabot sekolah sedapat mungkin dengan sudut yang tumpul.
            Fasilitas penunjang pendidikan yang diperlukan untuk anak tunanetra menurut Annastasia Widjajjanti dan Imanuel Hitipeuw (1995) adalah brailed dan peralatan orientasi mobilitas, serta media pelajaran yang memungkinkan anak untuk memanfaatkan fungsi perabaan optimal.                                                  
Fasilitas pendidikan untuk anak tunanetra antara lain adalah:
a.       Huruf Braille
            Huruf Braille merupakan fasilitas utama peenyelenggaraan pendidikan bagi anak tunanetra. Huruf Braille ditemukan pertama kali oleh Louis Braille. Ia menyusun tulisan yang terdiri dari enam titik dijajarkan vertikal tiga tiga. Dengan menempatkan titik tersebut dalam berbagai posisi, maka mempermudah tunanetra membaca dan menulis.
b.      Tongkat putih
            Tongkat putih merupakan pendukung anak tunanetra untuk orientasi dan mobilitas. Dengan tongkat putih anak tunanetra berjalan untuk mengenali lingkungannya.
c.       Laser cane (tongkat laser)
            Tonkat laser adalah tongkat penuntun berjalan yang menggunakan sinar inframerah untuk mendeteksi rintangan yang ada pada jalan yang akan dilalui dengan memberi tanda lisan (suara).
d.      Sonic Guide (penuntun suara)
e.       Optacon dan Optacon II
f.       Kurzweil Reading Machine
g.       VersaBraille dan VersaBraille II                                             
2. Fasilitas pendidikan untuk anak  tunarungu
            Fasilitas penunjang untuk pendidikan anak tunarungu secara umum relatif sama dengan anak normal, seperti papan tulis, buku, buku pelajaran, alat tulis, sarana bermain dan olahraga. Namun karena anak tunarungu mempunyai hambatan dalam mendengar dan bicara, maka mereka memerlukan alat bantu khusus. Alat bantu khusus tersebut antara lain menurut Permainan Somad dan Tati Hernawati (1996) adalah audiometer, hearing, aids, telephone-typewriter, mikro computer, audiovisual, tape recorder, spatel, dan cermin.        

3. Fasilitas pendidikan untuk anak tunagrahita
            Fasilitas pendidikan untuk anak tunagrahita relatif sama dengan fasilitas pendidikan untuk anak umum di sekolah dasar dan fasilitas pendidikan di taman kanak-kanak. Fasilitas pendidikan lebih diarahkan untuk latihan sensomotorik dan pembentukan motorik halus. Walaupun demikian fasilitas yang berkaitan dengan pembinaan motorik kasar juga perlu disediakan secara memadai. Secara garis besar fasilitas pendidikan yang harus disesuaikan dengan karakteristik anak tunagrahita adalah:
a.       Fasilitas pendidikan yang berkaitan latihan dengan sensorimotor
b.      Fasilitas pendidikan dan penunjang pendidikan bagi anak tunagrahita berkaitan dengan latihan sensormotorik diantaranya:
      1).  Berkaitan dengan dengan visual: berbagai bentuk benda, manik-manik, warna dan sebagainya.
      2). Berkaitan dengan perabaan dan motorik tangan : manic-manik, benang, crayon, wash, lotian dan kertas amril.
      3). Berkaitan dengan pembau: kamper dan minyak kayu putih.
      4). Berkaitan dengan koordinasi: menara gelang, puzzle dan meronce.
c.   Fasilitas pendidikan yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan keseharian.
      Fasilitas yang berkaitan dengan kehidupan keseharian  (Aktivity Daily Leaving) berupa permainan untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari, diantaranya:
1).Latihan kebersihan dan gosok gigi
2). Latihan berpakaian dan bersepatu
3).  Permainan dengan boneka dan alat lainnya.
d. Fasilitas pendidikan yang berkaitan dengan latihan motorik kasar
Fasilitas yang berkaitan dengan latihan motorik kasar diantaranya adalah:
1). Latihan bola kecil
2). Latihan bola besar
3). Permainan keseimbangan.

4. Fasilitas pendidikan untuk anak tunadaksa
            Fasilitas pendidikan untuk anak tunadaksa berkaitan prasarana dan sarana langsung yang diperlukan dalam layanan pendidikan anak tunadaksa. Prasarana yang dirancang untuk anak tunadaksa hendaknya memenuhi tiga kemudahan (Musjafak Assjari, 1995), yaitu mudah keluar masuk, mudah bergerak dalam ruangan, dan mudah mengadakan penyesuaian. Sesuai dengan ketentuan tersebut, bangunan seyogyanya menghindari model tangga, bila terpaksa harus disediakan life, lantai tidak banyak reliefnya, tidak banyak lubang, lebar pintu harus sesuai, kamar mandi dan WC memungkinkan kursi roda dan treepot bisa masuk, ada parallel bars, dinding kelas dilengkapi dengan parallel bar, meja dan kursi anak disesuaikan dengan kelainan anak. Fasilitas pendukung pendidikan yang berkaitan dengan diri anak adalah sebagai berikut: Brace, Crutch, Splint,dan Wheel chair (kursi roda)

5. Fasilitas pendidikan untuk anak tunalaras
            Fasilitas pendidikan untuk anak tunalaras relative sama dengan fasilitas pendidikan untuk anak normal pada umumnya. Fasilitas ruangan kelas tidak menggunakan benda-benda kecil yang terbuat dari bahan yang keras, sehingga mempermudah mereka untuk mengambil dan melemparnya. Fasilitas lain lebih berkaitan dengan ruangan terapi dan sarana terapi. Terapi tersebut meliputi:
a.       Ruangan fisioterapi dan peralatannya
Peralatan fisioterapi lebih diarahkan pada upaya peregangan otot dan sendi dan pembentukan otot. Misalnya: barbel, box tinju, wash.
b.      Ruangan terapi bermain dan peralatannya
Peralatan terapi bermainan lebih diarahkan pada model terapi sublimasi dan latihan pengendalian diri. Misalnya: puzzle dan boneka.
c.       Ruangan terapi okupasi dan peralatannya
Peralatan terapi okupasi lebih diarahkan pada pembentukan keterampilan kerja dan pengisian-pengisian waktu luang sesuai dengan kondisi anak.



                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         





.

BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus mempunyai berbagai macam prinsip dalam penerapannya. Selain untuk mengahadapi anak berkebutuhan khusus perlu dilakukan berbagai macam pendekatan agar anak berkebutuhan khusus mampu mengembangkan potensi dan kemampuannya sesuai dengan karakteristik yang ia miliki. Dalam rangka mencapai perkembangan yang optimal diperlukan adanya fasilitas-fasilitas yang mendukung baik dari bidang alat, keadaan, tempat maupun  ketersediaan sarana dan prasarana.
B. Saran
Untuk itu, kita sebagai calon guru hendaklah memahami dan menerapkan prinsip-prinsip, pendekatan, dan strategi dalam rangka mempersiapkan diri untuk menghadapi anak berkebutuhan khusus.















DAFTAR PUSTAKA

Purwanto Edi, Purwanto Heri, Suparno. 2007. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar