BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Anak-anak
berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki
keunikan tersendiri dalam
jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada
umumnya. Keadaan inilah yang menuntut adanya penyesuaian dalam pemberian
layanan pendidikan yang dibutuhkan. Keragaman yang terjadi, memang terkadang
menyulitkan guru dalam upaya pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namaun
apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan
layanan yang baik. Maka akan dapat dilakukan secara optimal.
Pada makalah ini, akan dibahas beberapa prinsip layanan
pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, pendekatan-pendekatan pembelajaran
yang sesuai untuk anak berkebutuhan khusus. Fasilitas pembelajaran juga akan
menjadi salah satu bahan kajian pada makalah ini untuk mendukung layanan
pendidikan anak berkebutuhan khusus.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan layanan pendidikan anak berkebutuhan
khusus?
2. Apa saja prinsip-prinsip layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus?
3. Bagaimana cara melakukan pendekatan layanan pendidikan anak
berkebutuhan khusus?
4. Apa saja yang termasuk kedalam fasilitas pendidikan anak berkebutuhan
khusus?
C.
Tujuan
1. Mendeskripsikan pengertian layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus.
2. Mengetahui prinsip-prinsip layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus.
3. Megetahui strategi melakukan pendekatan layanan pendidikan anak
berkebutuhan khusus.
4. Mengetahui fasilitas pendidikan anak berkebutuhan khusus.
BAB II
PEMBAHASAN
LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Subunit 1
Prinsip-Prinsip
Layanan Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Ada beberapa prinsip dasar dalam
layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada umumnya yang perlu diperhatikan
dalam penyelenggaraan pendidikan. Prinsip dasar tersebut menurut Musjafak
Assjari (1995) adalah sebagai berikut :
a.
Keseluruhan anak (all
the children)
Layanan
pendidikan pada anak berkebutuhan khusus didasarkan pada pemberian kesempatan
bagi anak berkebutuhan khusus dari berbagai derajat, ragam, dan bentuk
kecacatan yang ada. Dengan layanan pendidikan diharapkan anak dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin, sehingga ia dapat
mencapai hidup bahagia sesuai dengan kecacatanya.
b.
Kenyataan (reality)
Pengungkapan tentang kemampuan fisik dan psikologis pada masing-masing
anak berkebutuhan khusus mutlak untuk dilakukan. Hal ini penting, sebab melalui
tahapan tersebut pelaksanaaan pendidikan maupun pelaksanaan rehabilitasi dapat
memberikan layanan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh
masing-masing anak berkebutuhan khusus.
c.
Program yang dinamis (a
dynamic program)
Pendidikan pada dasarnya bersifat
dinamis. Pendidikan dikatakan dinamis karena yang menjadi subjek pendidikan adalah
manusia yang sedang tumbuh dan berkembang, yang di dalamnya terdapat proses
yang bergradasi, berkesinambungan untuk mencapai sasaran pendidikan. Dinamika
dalam proses pendidikan terjadi karena subjek didiknya selalu berkembang,
sehingga penyesuaian layanan harus memperhatikan akan perkembangan yang terjadi
pada subjek didik.
d.
Kesempatan yang sama (equality of opportunity)
Pada
dasarnya anak berkebutuhan khusus diberikan kesempatan yang sama untuk
mengembangkan potensinya tanpa memprioritaskan jenis-jenis kecacatan yang
dialaminya. Titik pengembangan pada anak berkebutuhan khusus adalah
optimalisasi potensi yang dimiliki masing-masing anak melalui jenjang
pendidikan yang ditempuhnya. Kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan
menuntut penyelenggara pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus untuk
menyediakan dan mengusahakan sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan
kebutuhan anak dan variasi kecacatannya.
e.
Kerjasama (cooperative)
Pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus tidak akan berhasil mengembangkan potensi mereka
manakala tidak melibatkan pihak-pihak yag terkait. Beberapa pihak yang terkait
yang paling utama adalah orang tua. Orang tua anak berkebutuhan khusus perlu
dilibatkan dalam merancang dan menyelenggarakan program pendidikan. Selain orang
tua, pihak lain yang terkait adalah dokter, psikologi, psikhiater, pekerja
sosial, ahli okupasi, ahli fisiotrapi, dan tokoh masyakat yang umumnya
mempunyai perhatian dalam dunia pendidikan anak.
Selain
lima prinsip tersebut, ada prinsip lain yang juga perlu diperhatikan dalam
penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Prinsip-prinsip
tersebut adalah:
a.
Prinsip kasih sayang
Sebagai manusia anak berkebutuhan
khusus membutuhkan kasih sayang dan bukan belas kasihan. Kasih sayang yang
dimaksudkan merupakan wujud penghargaan bahwa sebagai manusia mereka memiliki
kebutuhan untuk diterima dalam kelompok dan diakui bahwa mereka adalah sama
seperti anak-anak yang lainnya.
b.
Prinsip keperagaan
Keadaan anak berkebutuhan khusus ada
yang memiliki kecerdasan dibawah rata-rata yang meyebabkan anak mengalami
kesulitan dalam menangkap informasi, ia memiliki keterbatasan daya tangkap pada
hal-hal konkret, ia kesulitan dalam menangkap hal-hal yang abstrak. Untuk itu,
guru dalam pembelajaran anak hendaknya menggunakan alat peraga yang memadai agar siswa terbantu
dalam menangkap pesan.
c.
Keterpaduan dan keserasian antar ranah
Dalam
proses pembelajaran, ranah kognisi sering memperoleh sentuhan yang lebih
banyak, sementara ranah afeksi dan psikomotor kadang terlupakan. Akibat yang
terjadi dalam proses pembelajaran yang seperti ini terjadi kepincangan dan
ketidaktahuan dalam memperoleh makna dari apa yang dipelajari.
Pendidikan
berfungsi untuk membentuk dan mengembangkan keutuhan dan kepribadaian. Salah
satu bentuk keutuhan kepribadian adalah terwujudnya budi pekerti luhur.
Penanaman budi pekerti luhur pada peserta didik mustahil terwujud bila hanya
dengan penanaman aspek kognitif saja. Untuk itu aspek afeksi dan psikomotor
perlu memperoleh porsi yang memadai. Keterpaduan dan keserasian antar ranah
yang dikembangkan dan dirancang secara komperhensif oleh guru dalam dalam
merancang dan melaksanakan pembelajaran mendorong terbentukya kepribadian yang
utuh pada diri anak.
d.
Pengembangan minat dan bakat
Tugas guru dan orang tua adalah mengembangkan minat dan bakat yang
terdapat pada diri anak masing-masing.hal ini dilakukan karena, minat dan bakat
seseorang memberikan sumbangan dan pencapaian keberhasilan. Oleh karena itu,
proses pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus hendaknya didasarkan pada
minat dan bakat yang mereka miliki.
e.
Kemampuan anak
Heteroginitas
mewarnai kelas-kelas pendidikan pada anak berkebutuhan khusus, akibatnya
masing-masing subjek didik perlu memperoleh latihan dan layanan yang sesuai
dengan kemampuannya. Oleh karena itu, sebelum dan selama proses pendidikan
orang tua perlu disertakan dalam proses pendidikan anaknya, sehingga kemampuan
dan perkembangan dapat diikutinya. Selain itu, guru harus mampu menterjemahkan
tuntutan kurikulum terhadap heteroginitas kemampuan masing-masing subjek didik.
f.
Model
Guru
merupakan model bagi subjek didiknya. Perilaku guru akan ditiru oleh anak
didiknya. Oleh karena itu, guru perlu merancang secermat mungkin pembelajaran
agar model yang ditampilkannya dapat ditiru oleh anak. Kepercayaan anak
terhadap orang-orang yang ada di sekolah perlu dimanfaatkan dalam proses
pendidikan. Pemanfaatan tersebut berupa pemberian contoh secara sadar atau
tidak sadar membentuk perilaku peserta didik.
g.
Pembiasaan
Penanaman
pembiasaan pada anak normal lebih mudah bila dibarengi dengan informasi
pendukungnya. Hal ini tidak mudah bagi anak berkebutuhan khusus. Pembiasaan
pada anak berkebutuhan khusus membutuhkan penjelasan yang lebih konkret dan
berulang-ulang. Hal ini dikarenakan keterbatasan alat indera yang dimiliki oleh
anak berkebutuhan khusus dan proses berpikirnya yang terkadang lambat.
h.
Latihan
Latihan merupakan cara yang
sering ditempuh dalam pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Latihan sering
diberikan bersamman dengan pembentukan kebiasaan. Porsi latihan yang diberikan
pada anak berkebutuhan khusus diberikan sesuai porsinya.
i.
Pengulangan
Karakteristik
anak berkebutuhan khusus adalah mudah lupa. Oleh karena itu, pengulangan dalam
pemberian informasi perlu memperoleh perhatian tersendiri.
j.
Penguatan
Penguatan atau reinforcement merupakan tuntutan untuk
membentuk perilaku pada anak. Pemberian penguatan yang tepat pada anak berupa
pujian, atau penghargaan yang lain
terhadap munculnya perilaku yang dikehendaki pada anak akan mmbantu
terbentuknya perilaku. Pujian pada anak akan mamiliki arti tersendiri dalam
pencapaian usaha keberhasilan.
Selain prinsip umum tersebut,
ada beberapa prinsip khusus yang perlu diperhatikan dalam layanan pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus. Prinsip umum tersebut sangat erat kaitannya
dengan kecacatan yang dialami oleh anak. Prinsip khusus yang berkaitan dengan
layanan pendidikan anak tunanetra menurut Annastasian Widjajanti dan Imanuel
Hitipeuw (1995) adalah:
Ø Prinsip totalitas
Prinsip totalitas berarti
keseluruhan atau keseutuhan. Dalam prinsip ini guru dalam mengajar suatu konsep
harus secara keseluruhan atau utuh.
Ø Prinsip keperagaan
Prinsip keperagaan sangat
dibutuhkan untuk menjelaskan konsep baru pada anak tunanetra. Prinsip peragaan
sangat erat dengan tipe belajar anak. Ada anak yang mudah menerima konsep
melalui peragaan, ada yang mudah menerima konsep melalui pendengaran.
Ø Prinsip berkesinambungan
Prinsip berkesinambungan
sangat diperlukan oleh anak tunanetra
dalam mempelajari konsep. Oleh karena itu, guru disarankan untuk selalu
menghubungkan materi pelajaran yang telah dipelajari dengan materi pelajaran
yang akan dipelajari.
Ø Prinsip aktivitas
Prinsip aktivitas penting
artinya dalam kegiatan belajar anak. Murid dapat memberikan respon terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru. Reaksi ini dilaksanakan dalam bentuk
mengamati sendiri dengan bekerja sendiri. Tugas guru membantu anak dalam
kegiatan belajar mengajar. Anak tunanetra diharapkan aktif tidak hanya aktif
sebagai pendengar. Tanpa aktivitas, konsep yang diterima anak hanya sedikit dan
mereka hanya merasa jenuh. Situasi tersebut haya membuat mengantuk. Sebaliknya,
jika anak tunanetra aktif dalam kegiatan pembelajaran, maka pengalaman belajara
mereka banyak, mereka memperoleh kepuasan dalam belajar, sehingga akan
mendorong rasa ingin tahu yang tinggi.
Ø Prinsip individual
Prinsip
individual dalam pembelajaran berarti pengajaran dilaksanakan dengan
memperhatikan perbedaan individu anak, potensi anak, bakat dan kemampuan
masing-masing anak.
Subunit 2
Pendekatan Layanan Pendidikan
a)
Pendekatan
Secara
umum, dikenal adanya dua pendekatan yang sering dilakukan dalam memberikan
layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu (1) pendekatan kelompok
atau klasikal, dan (2) pendekatan individual. Pendekatan kelompok memiliki
kelebihan dalam hal pelaksanaan dari segi waktu, tenaga dan biaya. Dari segi
waktu, tentunya tidak harus menyediakan waktu khusus bagi setiap individu
siswa, demikian pula untuk tenaga dan biaya. Sedangkan kelemahannya berkenaan
dengan efektivitas pembelajaran, yang sudah tentu kurang aktif untuk anak-anak
berkebutuhan khusus dalam pencapaian tujuan kompetensinya. Sedangkan,
pendekatan individual pencapaian kompetensi yang diharapkan tentu akan lebih
baik dan lebih efektif, sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing anak.
Selain itu, guru juga mudah untuk memantau perkembangan dan kemajuan yang telah
dicapai.
Selain pendekatan individu dan
pendekatan kelompok, bagi anak kebutuhan ada pendekatan lain yang berorientasi
ke pencapaian hasil belajar anak, yaitu (1) pendekatan
remedial dan (2) pendekatan
akseleratif. Pendekatan remedial bertujuan untuk membantu anak berkebutuhan
khusus dalam upaya mencapai kompetensi yang ditentukan dengan lebih menekankan
pada hambatan atau kekurangan yang ada pada anak berkebutuhan khusus.
Pendekatan remedial berdasarkan pada bagian sub-sub kompetensi yang belum
dicapai oleh anak. Melalui pendekatan remedial anak dilatih dan didorong secara
individual untuk menutup kekurangan yang ada pada dirinya dengan kemampuan yang
ia miliki.
Pada pendekatan akseleratif
bertujuan untuk mendorong anak berkebutuhan khusus, utamanya anak berbakat
untuk lebih lanjut menguasai kompetensi yang ditetapkan berdasar assesmen kemampuan
anak. Pendekatan akseleratif juga lebih bersifat individual.
b)
Anak Berkelainan Fisik
Anak-anak
berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan fisik, yang dalam hal ini meliputi,
anak tunanetra, anak tunarungu, dan anak tunadaksa yang membutuhkan layanan
pendidikan dengan pendekatan dan strategi khusus, yag secara umum dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1)
Anak Tunanetra
Strategi
khusus dan isi layanan pendidikan bagi anak tunanetra menurut Hardman, M.L. dkk
(1990), paling tidak meliputi tiga hal yaitu (a) mobility training and daily
living skill, yaitu latihan untuk berjalan dan orientasi tempat dan ruang
dengan berbagai sarana yang diperlukan serta latihan keterampilan kehidupan
keseharian yang berkaitan dengan pemahaman uang, belanja, memasak, kebersihan diri
dan membersihkan ruangan. (b) tradisional curriculum content area, yaitu
orientasi dan mobilitas, keterampilan berbahasa termasuk ekspresinya,
keterampilan berhitung, dan (c) communication media, yaitu penguasaan braille
dalam komunikasi.
Annastasia
Widjajanti dan Imanuel Hitipieuw, (1995) menyatakan bahwa layanan khusus bagi
anak tunanetra meliputi:
a.
Penguasaan braille
Pengguasaan
braille yang dimaksud adalah kemampuan untuk menulis dan membaca braille.
b.
Latihan orientasi dan mobilitas
Latihan orientasi dan mobilitas adalah jalan latihan dengan
pendamping awas, latihan jalan mandiri, latihan jalan dengan menggunakan alat
bantu jalan (tongkat dan sign guide).
c.
Penggunaan alat bantu dalam pembelajaran berhitung dan
matematika
meliputi cubaritma, papan
taylor frame, abacus (sempoa) dalam operasi penambahan, pengurangan, perkalian,
dan beberapa konsep matematika braille.
d.
Pembelajaran jasmani bagi anak tunanetra
Pembelajaran
pendidikan jasmani bagi anak tunanetra menggunakan pendidikan jasmani adaftif.
Adaptasi yang dilakukan berkaitan dengan
jenis kecacatan anak, kemampuan fisik anak, dan memodifikasi sarana dan
prasarana olah raga meliputi ukuran lapangan/lintasan, alat yang digunakan
dalam olah raga dan aturan yang dipakai.
e.
Pembelajaran IPA
Dalam pembelajaran IPA
sedapat mungkin menggunakan model yang dapat diamati dan diraba oleh anak.
2)
Anak Tunarungu
Layanan
pendidikan yang spesifik bagi anak tunarungu adalah terletak pada pengembangan
persepsi bunyi dan komunikasi. Hallan dan Kauffman, (1998) menyatakan bahwa ada
tiga pendekatan umum dalam mengajarkan komunikasi anak tunarungu , yaitu:
· Auditory training
· Speechearding
· Sing language and
fingerspelling
Ada
beberapa cara mengembangan kemampuan komunikasi anak tunarungu, yaitu:
a.
Metode oral, yaitu cara melatih anak tunarungu dapat
berkomunikasi secara lisan (verbal) dengan lingkungan orang mendengar. Dalam
hal ini perlu partisipasi lingkungan anak tuna rungu untuk berbahasa secara
verbal. Dalam hal ini, Van Uden, menyarankan diterapkannya prinsip yang
menekankan perlunya pengontrolan diri.
b.
Membaca ujaran, dalam dunia pendidikan membaca ujaran sering
disebut juga dengan membaca bibir (lip reading). Membaca ujaran yaitu suatu
kegiatan yang mencakup kegiatan yang mencakup pengamatan visual dari bentuk dan
gerak bibir lawan bicara sewaktu dalam proses bicara.
c.
Metode manual
Metode manual yaitu cara mengajar atau melatih anak tunarugu
berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari. Bahasa manual atau bahasa isyarat
mempunyai unsur gesti atau gerakan tangan yang ditangkap melalui penglihatan
atau suatu bahasa yang menggunakan modalitas gesti-visual. Bahasa isyarat
mempunyai beberapa kompenen, yaitu (1)
ungkapan badaniah, (2) bahasa isyarat lokal, dan (3) bahasa isyarat
formal.
Ungkapan badaniah meliputi keseluruhan aspek ekspresi badan
seperti sikap badan tentang ekspresi muka (mimik), pantomimik, dan gesti yang
dilakukan orang secara wajar dan alamiah. Ungkapan badaniah tidak dapat
digolongkan sebagai suatu bahasa dalam arti sesungguhnya, walaupun lambang dan
isyaratnya berfungsi sebagai media komunikasi. Isyarat lokal yaitu suatu
ungkapan manual dalam bentuk isyarat konvensional berfungsi sebagai pengganti
kata. Bahasa isyarat formal adalah bahasa nasional dalam isyarat yang biasanya
menggunakan kosa kata isyarat dan dengan struktur bahasa yang sama.
d.
Ejaan jari
Ejaan
jari adalah penunjang bahasa isyarat dengan menggunakan ejaan jari. Ejaan jari
secara garis besar dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu (1) ejaan jari dengan
satu tangan (onehanded), (2) ejaan jari dengan kedua tangan (twohanded), dan
(3) ejaan jari campuran dengan menggunakan satu tangan atau dua tangan.
e.
Komunikasi total
Komunikasi total merupakan
upaya perbaikan dalam komunikasi bagi anak tunarungu. Istilah komunikasi total
pertama kali dicetuskan oleh Holcomb (1968) dan dikembangkan lebih lanjut oleh
Denton (1970) dalam Permanarian Somad dan Tatti Hernawati (1996). Komunikasi
total merupakan cara berkomunikasi dengan menggunakan salah satu modus atau
semua cara komunikasi yaitu, penggunaan sistem isyarat, ejaan jari, bicara,
baca ujaran, amplifikasi, gesti-pantomimik, menggambar dan menulis serta
pemanfaatan sistem pendengaran sesuai kebutuhan dan kemampuan seseorang.
3)
Anak Tunadaksa
Layanan
spesifik bagi anak tunadaksa adalah pada bina gerak. Untuk memberikan layanan
bina gerak yang tepat diperlukan dukungan terapi khususnya fisiotrapi untuk
memulihkan kondisi otot dan tulang anak agar tidak semakin menurun
kemampuannya. Selain itu dukungan untuk bina gerak diperlukan terapi okupasi
dan bermain. Menurut Frieda Mangunsong, dkk (1998) layanan pendidikan bagi anak
tunadaksa perlu memperhatikan tiga hal, yaitu:
a.
Pendekatan multidisipliner dalam program rehabilitasi anak
tunadaksa
Pendekatan
multidisipliner merupakan layanan pendidikan yang melibatkan berbagai ahli yang
terkait secara terpadu dalam rangka mengoptimalkan kemampuan yang dimilikioleh
anak.
b.
Program pendidikan sekolah
Program
pendidikan sekolah bagi mereka yang tidak mengalami kelainan mental relatif
sama dengan anak normal, hanya bina gerak masih terus dikembangkan melalui
fisioterapi dan terpai okupasi, utamanya bagai perbaikan motoriknya.
c.
Layanan bimbingan dan konseling
Layanan bimbingan dan konseling diarahkan untuk mengembangkan
“self-respect”(menghargai diri sendiri). Sunaraya Kartadinata, (1998/1999)
menghargai diri sendiri dengan cara menerima diri sesuai dengan apa adanya,
sehingga anak merasa bahwa dirinya adalah sebagai seorang pribadi yang
berharga.
Anak Berkelainan Mental Emosional
Layanan pendidikan bagi anak kebutuhan khusus yang
mengalami kelainan mental-emosional meliputi anak tunagrahita dan tunalaras.
1). Anak Tunagrahita
Pendekatan layanan bagi anak tunagrahita lebih diarahkan
pada pendekatan individual dan pendekatan remediatif. Pendekatan indiviual
didasarkan pada asesment kemampuan anak untuk mengembangkan sisa potensi yang
ada pada dirinya. Tujuan utama layanan khusus bagi anak tunagrahita adalah
penguasaan kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mengelola diri
sendiri. Untuk mencapai itu perlu pembelajaran mengurus diri sendiri dan
pengembangan keterampilan vocational terbatas sesuai kemampuannya.
Layanan pendidikan khusus bagi anak tunagrahita meliputi
latihan senso motorik, terapi bermain dan okupasi, dan latihan mengurus diri
sendiri. Pendekatan pembelajaran dilakukan secara individual dan remediatif.
Perkembangan kemampuan anak berdasarkan tingkat kemampuan kognitifnya.
Anak-anak ber IQ 55 – 70 berbeda dengan yang ber IQ 35 – 55.
2). Anak Tunalaras
Pendekatan layanan pendidikan bagi
anak tunalaras untuk pembelajaran akedemik relatif sama dengan anak normal.
Khusus untuk kelainan prilakunya, pendekatan pendidikan bagi anak tualaras
adalah dengan menggunakan bimbingan dan konseling serta terapi. Pendekatan
terapi yang sering digunakan untuk layanan pendidikan anak tunalaras menurut
Hardman, M.L. dkk (1990) adalah:
a.
Insight-oriented thterapies
b.
Play therapy
c.
Group therapy
d.
Behavior therapy
e.
Marital and family therapy
f.
Drug therapy
.
Anak Berbakat dan Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
Pendekatan layanan khusus bagi anak berbakat dan berkessulitan
belajar spesifik lebih bersifat individual. Pendekatan individual ini lebih
memperhatikan potensi yang dimiliki anak.
1.
Anak Berbakat
Layanan
pendidikan bagi anak berbakat di sekolah dasar dilakukan melalui dua tahap,
yaitu tahap penjaringan (screening) dan tahap seleksi (identifikasi). (Sunarya Kartadinata, dkk,1998/1999). Dalam
tahap penjaringan dilakukan oleh guru dengan menganalisis belajar anak dan
menganalisis hasil observasi komitmen anak akan
tugas dan kreativitasnya. Mereka yang memiliki kretivitas tinggi,
komitmen akan tugas yang tinggi, dan prestasi belajar di atas rata-rata
dipromosikan sebagai anak berbakat. Langkah selanjutya adalah berkerjasama
dengan psikolog dan konselor untuk menentukan IQ dan bakat anak.
Setelah
teridentifikasi keberbakatan anak, langkah selanjutnya adalah menentukan
layanan pendidikan bagi anak mereka. Ada berbagai macam layanan pendidikan bagi
anak berbakat, yaitu:
a.
Layanan akselerasi, yaitu layanan tambahan untuk mempercepat
penguasaan kompetensi dalam merealisasi bakat anak.
b.
Layanan kelas khusus, yaitu anak yang berbakat unggul
dikelompokkan dalam satu kelas dan diberikan layanan tersendiri sesuai dengan
bakat mereka.
c.
Layanan kelas unggulan, sama dengan kelas khusus hanya
berbeda dalam model pengayaannya.
d.
Layanan bimbingan sosial dan kepribadian.
2.
Anak Berkesulitan Belajar
Spesifik
Pendekatan
layanan pendidikan bagi anak berkesulitan belajar spesifik menurut Jerome
Rosner, 1993 dalam Sunarya Kartadinata, dkk (1998/1999) ada tiga macam, yaitu:
a.
Layanan remediasi
Layanan
remediasi terfokus pada upaya menyembuhkan. Mengurangi, dan bahkan mungkin
mengatasi kesulitan yang dialami anak. Dalam layanan ini anak dibantu dalam
keterampilan perseptual dan kecakapan dasar berbahasa, sehingga ia mampu
memperoleh kemajuan belajar yang normal. Dalam layanan remediasi ini sering
digunakan beberapa teknik dalam memodifikasi prilaku, diantaranya dengan
memberikan penguatan, tabungan kepingan, atau teknik lain yang sesuai dengan
kebutuhan anak.
b.
Layanan kompensasi
Layanan
kompensasi diberikan dengan cara menciptakan lingkungan belajar khusus diluar
lingkungan belajar yang normal, seningga memungkinkan anak memeperoleh kemajuan
dalam pembentukan perseptual dan bahasa. Dalam melaksanakan layanan kompensasi,
Sunarya Kartadinata, dkk, (1998/1999) memberikan patokan atau rambu-rambu
sebagai berikut:
1.
Pahami dan pastikan bahwa anak memiliki pengetahuan faktual
yang diperlukan dalam mempelajarai bahan ajar
2.
Batasi jumlah informasi baru pada hal-hal yang tercantum
dalam bahan ajar, sampaikan sedikit demi sedikit, atau mungkin gunakan jembatan
keledai
3.
Sajikan informasi dengan jelas tentang apa yang harus
diperlajari anak
4.
Nayatakan secara eksplisit bahwa informasi yang diajarkan
berkaitan dengan infomasi yang telah dimiliki anak dan sedapat mungkin
menggunakan contoh (konkret)
5.
Jika anak sudah mampu mengausai unit-unit kecil perkenalkan
dia ke unit-unit yang lebih besar
6.
Siapkan pengalaman ulang untuk memperkuat informasi baru
dalam ingatan anak
7.
Lakukan driil,
latihan efektif dengan melibatkan seluruh indra untuk membuat persepsi yang
sempurna, yaitu dengan jalan mendengar, membaca, menulis, dan berbuat.
c.
Layanan prevensi
Layanan
prevensi adalah layanan yang diberikan sebelum anak mengalami ketunacakapan
belajar di sekolah. Layanan ini diawali dengan mengidentifikasi terhadap
aspek-aspek yang dimungkinkan menimbulkan atau menyebabkan ketunacakapan
belajar. Langkah yang dilakukan dalam layananan ini diawali dengan memberikan
tes kemampuan dasar anak dalam membaca, menulis, berhitung, dan melakukan
koordinasi gerak. Langkah selanjutnya dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan
terhadap aspek-aspek pribadi anak, diantaranya pemerikasaan kesehatan,
perkembangan, penglihatan adan pendengaran, keterampilan dan perseptual.
Subunit 3
Fasilitas Pendidikan
a.
Kebutuhan Fasilitas
Layanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus akan berjalan lancar mana kala
didukung oleh ketersediaan fasilitas yang memadai. Fasilitas tersebut berkaitan
dengan karakteristik masing-masing jenis anak berkebutuhan khusus. Kesesuian
fasilitas dengan karakteristik anak berkebutuhan khusus akan mendorong iklim
belajar yang kondusif, sehingga anak akan belajar secara maksimal.
Fasilitas
pendidikan anak berkebutuhan khusus berkaitan langsung dengan jenis
ketunaannya. Misalnya anak tunadaksa, mereka membutuhkan gedung yang tidak
banyak tangga, lebih diutamakan yang berlantai satu. Bila lebih dari satu lantai
harus tersedia lift atau tangga
miring yang dapat dilalui kursi roda. Tersia ruang terapi yang sangat mendukung
kegiatan bina diri dan aksesibilitas bagi mereka. Kamar mandi dan WC yang dapat
digunakan bagi mereka (kursi roda dapat
masuk) dan sebagainya. Walaupun beberapa fasilitas lain sama dengan anak
normal. Misalnya buku pelajaran, koleksi perpustakaan dan sebagainya.
b.
Macam-Macam Fasilitas Anak
Berkebutuhan Khusus
Fasilitas
pendidikan merupakan sarana penunjang dan pelengkap dalam mencapai tujuan
pendidikan. Bahkan fasilitas pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dan menentukan dalam mencapai efektifitas belajar. Dengan penunjang
fasilitas belajar yang memadai diharapkan anak berkebutuhan khusus akan lebih
mudah memahami mata pelajaran yang diberikan oleh guru.
1.Fasilitas Pendidikan Anak Tunanetra
Fasilitas penunjang pendidikan untuk anak tunanetra
secara umum sama dengan anak normal, hanya memerlukan penyesuain untuk
informasi yang memungkinkan tidak dapat dilihat, harus disampaikan dengan media
perabaan atau pendengaran. Fasilitas fisik yang berkaitan dengan gedung,
seyogyanya sedikit mungkin parit danvariasi tingggi rendah lantainya, dinding
dihindari yang mempunyai sudut lancip dan keras. Perabot sekolah sedapat mungkin
dengan sudut yang tumpul.
Fasilitas penunjang pendidikan yang diperlukan untuk anak
tunanetra menurut Annastasia Widjajjanti dan Imanuel Hitipeuw (1995) adalah
brailed dan peralatan orientasi mobilitas, serta media pelajaran yang
memungkinkan anak untuk memanfaatkan fungsi perabaan optimal.
Fasilitas pendidikan untuk
anak tunanetra antara lain adalah:
a.
Huruf Braille
Huruf
Braille merupakan fasilitas utama peenyelenggaraan pendidikan bagi anak
tunanetra. Huruf Braille ditemukan pertama kali oleh Louis Braille. Ia menyusun
tulisan yang terdiri dari enam titik dijajarkan vertikal tiga tiga. Dengan
menempatkan titik tersebut dalam berbagai posisi, maka mempermudah tunanetra
membaca dan menulis.
b.
Tongkat putih
Tongkat
putih merupakan pendukung anak tunanetra untuk orientasi dan mobilitas. Dengan
tongkat putih anak tunanetra berjalan untuk mengenali lingkungannya.
c.
Laser cane (tongkat laser)
Tonkat
laser adalah tongkat penuntun berjalan yang menggunakan sinar inframerah untuk
mendeteksi rintangan yang ada pada jalan yang akan dilalui dengan memberi tanda
lisan (suara).
d.
Sonic Guide (penuntun suara)
e.
Optacon dan Optacon II
f.
Kurzweil Reading Machine
g.
VersaBraille dan VersaBraille II
2. Fasilitas pendidikan untuk anak tunarungu
Fasilitas
penunjang untuk pendidikan anak tunarungu secara umum relatif sama dengan anak
normal, seperti papan tulis, buku, buku pelajaran, alat tulis, sarana bermain
dan olahraga. Namun karena anak tunarungu mempunyai hambatan dalam mendengar
dan bicara, maka mereka memerlukan alat bantu khusus. Alat bantu khusus
tersebut antara lain menurut Permainan Somad dan Tati Hernawati (1996) adalah
audiometer, hearing, aids, telephone-typewriter, mikro computer, audiovisual,
tape recorder, spatel, dan cermin.
3. Fasilitas pendidikan untuk anak tunagrahita
Fasilitas
pendidikan untuk anak tunagrahita relatif sama dengan fasilitas pendidikan
untuk anak umum di sekolah dasar dan fasilitas pendidikan di taman kanak-kanak.
Fasilitas pendidikan lebih diarahkan untuk latihan sensomotorik dan pembentukan
motorik halus. Walaupun demikian fasilitas yang berkaitan dengan pembinaan
motorik kasar juga perlu disediakan secara memadai. Secara garis besar
fasilitas pendidikan yang harus disesuaikan dengan karakteristik anak
tunagrahita adalah:
a.
Fasilitas pendidikan yang berkaitan latihan dengan
sensorimotor
b.
Fasilitas pendidikan dan penunjang pendidikan bagi anak
tunagrahita berkaitan dengan latihan sensormotorik diantaranya:
1).
Berkaitan dengan dengan visual: berbagai bentuk benda, manik-manik, warna
dan sebagainya.
2). Berkaitan dengan perabaan dan motorik
tangan : manic-manik, benang, crayon, wash, lotian dan kertas amril.
3). Berkaitan dengan pembau: kamper dan
minyak kayu putih.
4). Berkaitan dengan koordinasi: menara
gelang, puzzle dan meronce.
c. Fasilitas pendidikan yang berkaitan dengan
aktivitas kehidupan keseharian.
Fasilitas yang berkaitan dengan kehidupan
keseharian (Aktivity Daily Leaving)
berupa permainan untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari, diantaranya:
1).Latihan
kebersihan dan gosok gigi
2). Latihan
berpakaian dan bersepatu
3). Permainan dengan boneka dan alat lainnya.
d. Fasilitas
pendidikan yang berkaitan dengan latihan motorik kasar
Fasilitas yang
berkaitan dengan latihan motorik kasar diantaranya adalah:
1). Latihan bola
kecil
2). Latihan bola
besar
3). Permainan
keseimbangan.
4. Fasilitas pendidikan untuk anak tunadaksa
Fasilitas pendidikan untuk
anak tunadaksa berkaitan prasarana dan sarana langsung yang diperlukan dalam
layanan pendidikan anak tunadaksa. Prasarana yang dirancang untuk anak
tunadaksa hendaknya memenuhi tiga kemudahan (Musjafak Assjari, 1995), yaitu
mudah keluar masuk, mudah bergerak dalam ruangan, dan mudah mengadakan
penyesuaian. Sesuai dengan ketentuan tersebut, bangunan seyogyanya menghindari
model tangga, bila terpaksa harus disediakan life, lantai tidak banyak
reliefnya, tidak banyak lubang, lebar pintu harus sesuai, kamar mandi dan WC
memungkinkan kursi roda dan treepot
bisa masuk, ada parallel bars, dinding kelas dilengkapi dengan parallel bar, meja dan kursi anak
disesuaikan dengan kelainan anak. Fasilitas pendukung pendidikan yang berkaitan
dengan diri anak adalah sebagai berikut: Brace,
Crutch, Splint,dan Wheel chair (kursi roda)
5. Fasilitas pendidikan untuk anak tunalaras
Fasilitas
pendidikan untuk anak tunalaras relative sama dengan fasilitas pendidikan untuk
anak normal pada umumnya. Fasilitas ruangan kelas tidak menggunakan benda-benda
kecil yang terbuat dari bahan yang keras, sehingga mempermudah mereka untuk
mengambil dan melemparnya. Fasilitas lain lebih berkaitan dengan ruangan terapi
dan sarana terapi. Terapi tersebut meliputi:
a.
Ruangan fisioterapi dan peralatannya
Peralatan fisioterapi lebih
diarahkan pada upaya peregangan otot dan sendi dan pembentukan otot. Misalnya:
barbel, box tinju, wash.
b.
Ruangan terapi bermain dan peralatannya
Peralatan terapi bermainan
lebih diarahkan pada model terapi sublimasi dan latihan pengendalian diri.
Misalnya: puzzle dan boneka.
c.
Ruangan terapi okupasi dan peralatannya
Peralatan terapi okupasi
lebih diarahkan pada pembentukan keterampilan kerja dan pengisian-pengisian
waktu luang sesuai dengan kondisi anak.
.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas
disimpulkan bahwa layanan pendidikan anak
berkebutuhan khusus mempunyai berbagai macam prinsip dalam penerapannya. Selain
untuk mengahadapi anak berkebutuhan khusus perlu dilakukan berbagai macam
pendekatan agar anak berkebutuhan khusus mampu mengembangkan potensi dan
kemampuannya sesuai dengan karakteristik yang ia miliki. Dalam rangka mencapai
perkembangan yang optimal diperlukan adanya fasilitas-fasilitas yang mendukung
baik dari bidang alat, keadaan, tempat maupun
ketersediaan sarana dan prasarana.
B. Saran
Untuk itu, kita sebagai calon
guru hendaklah memahami dan menerapkan prinsip-prinsip, pendekatan, dan
strategi dalam rangka mempersiapkan diri untuk menghadapi anak berkebutuhan
khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto Edi, Purwanto Heri, Suparno. 2007. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar